Kalian mungkin bertanya-tanya, bukankah pacaran
adalah ajang mengenal satu sama lain? Bagaimana bisa menikah kalau tidak
pacaran dulu? Aku bilang bisa dengan cara Islam. Islam mengajarkan
kepada calon suami istri untuk saling mengenal terlebih dahulu yang
disebut ta’aruf. Tentu saja ta’aruf lebih sopan dan lebih terarah karena
calon suami istri dikenalkan oleh keluarga masing-masing. Secara logika
saja, kalau pacaran kan, fulanah selalu mencoba untuk menutup kejelekan
dirinya dari si fulan dan memperlihatkan sisi baiknya saja, begitu juga
si fulan kepada si fulanah. Kalau ta’aruf, mulai dari kebaikan sampai
kejelekan setiap pasangan pasti disebut oleh keluarga, jadi setelah
menikah tidak ada penyesalan apapun.
Aku juga berani bilang, kalau pernikahan yang dimulai
dari ta’aruf lebih bertahan lama daripada yang dimulai dengan pacaran.
Kenapa? Berikut perbedaan pacaran dengan ta’aruf.
1. Seperti
yang aku tulis barusan, dari ta’aruf kita bisa menerima kekurangan diri
pasangan kita mengingat diri kita yang juga punya banyak kekurangan.
Tidak seperti pacaran dimana setiap pasangan berusaha untuk
menutup-nutupi kekurangan dirinya dan tampil sebaik mungkin di depan
kekasihnya.
2. Kalau
pacaran berarti manis-manisnya sudah dihabiskan di awal, setelah
menikah tinggal sepahnya doang. Kalau ta’aruf, manis-manisnya tentu saja
dinikmati setelah menjadi halal. Kitapun merasa disayang oleh Allah SWT
karena tidak ada keresahan sedikitpun.
3. Orang
yang berta’aruf biasanya terbimbing dan ter-tarbiyah. Senantiasa
menegakkan syariat Allah dan al-Millah. Mereka biasanya adalah
orang-orang yang tahu hukum agama kalau bercerai adalah hal yang sangat
Allah benci. Berbeda dengan masyarakat awam kebanyakan yang
menyelesaikan masalah dengan bercerai. Contohnya gosip perceraian artis
yang menjamur di infotainment. Mereka pasti memulai pernikahan dengan
pacaran, kan?
Orang yang memulai pernikahan dengan berpacaran
biasanya (aku tidak bilang seluruhnya)adalah orang yang tidak mengenal
hukum agama. Mereka biasa pergi berduaan, ikhtilat, berpegangan tangan,
berpelukan, dan berciuman. Tidak ada jaminan si cewek tidak akan hamil
di luar nikah lalu aborsi karena cowoknya tidak mau bertanggung jawab.
Cinta Menurut Agama Islam
Sebagian orang mengira kalau Islam tidak
menempatkan cinta pada tempat yang proporsional dan tidak tahu apa cinta
itu. Padahal, pada hakikatnya perkiraan orang-orang itu merupakan
cermin kebodohan. Tentu saja jauh berbeda cinta menurut masyarakat awam dan cinta menurut agama Islam.
Cinta menurut masyarakat awam tidak lain adalah
cinta kepada lawan jenis, cinta nafsu syahwat, cintanya shakespeare, dan
cinta seperti yang disenandungkan lagu band-band di Indonesia. Tidak
perlu dijelaskan, teman-teman pasti sudah tahu.
Sementara, cinta menurut agama Islam adalah cinta
yang paling mulia karena ditempatkan di tempat yang tertinggi. Terjaga
dari hal yang tidak-tidak. Itulah cintanya onta betina yang menyusui
anaknya, cintanya bayi menyedot air susu ibunya, cintanya burung yang
membuat sarang untuk anak-anaknya, cintanya para syuhada yang
mengorbankan darahnya di medan perang. Mereka rela jiwa mereka lebur
dalam kilatan pedang, punggung mereka jauh dari tempat tidur, bahkan
mereka rela menafkahkan seluruh harta mereka demi mencari keridhaan Dzat
yang Maha Cinta.
Dr. A’id Al-Qarny menuliskannya dalam buku beliau, Korban-Korban Cinta kalau cinta itu ada dua macam, cinta duniawi dan cinta ilahiyah.
1. Cinta
duniawi bernuansa kehidupan dunia, berbau tanah dan berada pada tataran
yang rendah. Ini merupakan cinta murahan dan senda gurau.
2. Cinta ilahiyah, cinta yang bernuansa langit. Berada pada tataran yang tinggi dan merupakan cermin dari ketaatan dan ibadah.
Imru’ul-Qais jatuh cinta kepada seorang gadis
bernama Laila. Abu Jahal mencintai Uzza dan Manat. Qarun Mencintai Emas.
Abu Lahab mencintai kedudukan. Mereka semua bangkrut (baca: masuk
neraka), karena mereka semua telah melakukan kesalahan yang sangat
fatal. Adapun cinta Bilal bin Rabah adalah cinta kepada kebajikan.
Ketika dia dibaringkan di atas pasir yang panas di bawah terik sinar
matahari, tubuhnya tertindih sebuah batu besar, dia berseru kepada
Penguasa bumi dan langit, “Ahad, ahad.” Karena di dalam hatinya ada iman
yang teguh seteguh gunung uhud.
Renungan
Ada sebuah cerita dimana terdapat seorang wanita
yang sangat menc intai suaminya. Saking cintanya kepada suaminya, wanita
tersebut rela menggantikan suaminya bekerja siang malam. Sementara sang
suami hanya menunggu di rumah yang rumah itu merupakan milik sang
istri. Suatu hari ketika wanita itu baru saja pulang kerja, sang istri
melihat sang suami sedang menari telanjang dengan wanita lain di atas
kasur kamar mereka. Keduanya mabuk. Tapi apa yang dilakukan sang istri?
Dia tetap memaafkan suaminya saking mencintai suaminya itu.
Bagaimana kalau aku bilang sang suami itu adalah kita?
Bagaimana mungkin kita lebih mencintai manusia
dibandingkan Allah? Padahal apapun nikmat yang kita rengkuh semua
berasal darinya. Pikirkan deh, mulai dari tangan kita, kaki kita, mata
kita, hidung kita, dan seluruh tubuh kita adalah bukan milik kita
melainkan milik Allah tapi malah kita gunakan untuk bermaksiat
kepada-Nya. Tapi Allah Maha Pengampun sebanyak apapun dosa yang
berlumuran dalam diri. Allahu Akbar…
Akhir yang Merupakan Awal
Bismillah… ini bukanlah penutup melainkan awal
dari lembaran barumu, akhi/ukhti. Aku tahu, memang berat putus dengan si
dia, jika tidak berat maka tidak mungkin cowok yang mengaku ikhwan itu
terus bertahan dengan pacarnya. Tapi percaya deh, azab Allah jauh lebih
berat lagi. Toh, jika akhirnya memang jodoh akan bersatu juga, kan? Atau
kalau memang bukan jodoh, yakinlah jika jodoh yang Allah tentukan
adalah jodoh yang terbaik untuk kita dan senantiasalah berdo’a agar kita
bisa mencintai orang yang kita nikahi.
Hanya kepada Allahlah kami memohon, agar
menjadikan kami termasuk orang-orang yang dicintai-Nya dan termasuk
syuhada’ di jalan-Nya.
Wallahu’alam
0 komentar:
Posting Komentar