Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah
Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3)
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
"Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?" (QS. Al-Syuura: 21)
Dalam Shahihain, dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam: "Siapa yang mengada-adakan perkara baru dalam urusan kami ini yang bukan bagian darinya, maka ia tertolak."
Dan dalam Shahih Muslim, dari Jabir Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda dalam khutbah Jum'at: "Amma Ba'du: sesugguhnya sebaik-baik
perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk
Muhammad –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, dan seburuk-buruk urusan (Islam) adalah yang diada-adakan. Maka setiap perkara bid'ah adalah sesat."
Banyak sekali ayat dan hadits yang semakna dengan ini. Semuanya menunjukkan dengan jelas, Allah Subhanahu wa Ta'ala
telah menjadikan lengkap ajaran Islam untuk umat ini dan telah
menyempurnakan nikmat-Nya untuk mereka. Sehingga tidaklah diwafatkan
Nabi-Nya 'Alaihis Shalaatu Wassalam kecuali setelah benar-benar
menyampaikan semua risalah dan menerangkan syariat Allah –baik yang
berbentuk perkataan dan perbuatan- kepada umat ini.
Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
menjelaskan, setiap perkara yang dibuat-buat manusia sesudah beliau
lalu dinisbatkan kepada Islam –baik yang berbentuk perkataan dan
perbuatan- maka itu adalah bid'ah. Dan setiap bid'ah tertolak, yakni
dikembalikan kepada pembuatnya, walaupun niatnya baik.
Para sahabat Nabi ridhwanullah 'Alaihim
benar-benar memahami persoalan ini. Begitu juga ulama-ulama sesudah
mereka. Semuanya mengingkari perkara bid'ah dan memperingatkan umat dari
bahayanya. Sebagian ulama sangat konsen terhadap sunnah dan mengingkari
perkara bid'ah, seperti Ibnu Wadhdhah, Imam al-Thurthusyi, Abu Syamah,
dan ulama lainnya.
. . . setiap perkara yang dibuat-buat manusia sesudah beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam lalu dinisbatkan kepada Islam maka itu adalah bid'ah. Dan setiap bid'ah tertolak, yakni dikembalikan kepada pembuatnya, walaupun niatnya baik. . .
Di antara perkara bid'ah yang dibuat
orang adalah perayaan malam Nishfu Sya'ban dengan mendirikan shalat
khusus –biasa disebut shalat Bara'ah- dan mengistimewakan siangnya
dengan puasa. Padahal, tidak ada dalil shahih yang bisa dijadikan
sandaran amal ini. Terdapat beberapa dalil yang menerangkan keutamaan
malam nishfu Sya'ban, tapi statusnya didhaifkan oleh mayoritas ulama. Di
antaranya;
Dari Ali bin Abi Thalib Radliyallahu 'Anhu secara marfu', berkata,
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا
"Apabila tiba malam nishfu Sya'ban maka berdirilah shalat pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya."
(HR. Ibnu Majah dalam Sunannya no. 1388, dan ini adalah hadits Maudlu'.
Syaikh Al-Albani mengatakan dalam Dhaif Sunan Ibni Majah, "Lemah sekali
atau maudlu –palsu-" no. 1388, juga dalam Al-Misykah no. 1308,
Al-Dhaifah no. 2132)
Hadits 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda kepadanya:
إِنَّ
اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى
السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَغْفِرُ لِأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعْرِ غَنَمِ
كَلْبٍ
"Sesungguhnya Allah turun ke langit
dunia pada malam Nishfu Sya'ban, lalu Dia akan mengampuni umatku lebih
dari jumlah bulu domba yang digembalakan Bani Kalb." (HR. Ibn Majah
no. 1389 dan al-Tirmidzi no. 670. Syaikh al-Albani mendhaifkannya dalam
Dhaif Sunan Ibni Majah no. 295 dan Dhaif al-Jami' al-Shaghir no. 1761)
Kesimpulannya, bahwa perkara-perkara ini tidak diterangkan oleh hadits ataupun atsar kecuali dari jalur yang lemah dan maudhu'.
Al-Hafidz Ibnu Dahiyyah berkata, "Ahli
Ta'dil dan Tajrih berkata, "Tidak ada hadits shahih yang menerangkan
tentang Nishfu Sya'ban. Wahai Hamba-hamba Allah berhati-hatilah dari
para pemalsu yang akan meriwayatkan sebuah hadits untuk kalian yang
dipasarkan untuk kebaikan. Mengamalkan kebaikan seharusnya dengan
sesuatu yang disyariatkan dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Apabila telah nyata bahwa dia berdusta maka telah keluar dari yang
disyariatkan, maka penggunanya telah menjadi pembantu syetan karena
menggunakan hadits atas nama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang
tidak pernah Allah turunkan keterangan tentangnya." (Al-Ba'its 'ala
Inkar al Bida' wa Al-Hawadits, Ibu Syamah al-Maqdisi, hal. 127)
Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baaz
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah pernah ditanya tentang malam nishfu Sya'ban? Apakah ada shalat khusus di dalamnya?
Beliau menjawab, "Malam Nishfu Sya'ban,
tidak ada hadits shahih yang menerangkannya. Semua hadits yang
menyebutkan tentang keutamaan di dalamnya adalah maudhu' (palsu) dan
lemah yang tidak memiliki sumber. Malam itu tidak memiliki keistimewaan
(kekhususan), baik dengan membaca sesuatu, tidak pula shalat khusus dan
berjama'ah. . Dan apa yang disebutkan oleh sebagian ulama bahwa malam
tersebut memiliki keistimewaan adalah pendapat yang lemah, karenanya
tidak boleh diistimewakan dengan sesuatu. Ini adalah yang benar, semoga
Allah melimpahkan taufiq-Nya kepada kita." Selesai fatwa, Wallahu Ta'ala
A'lam. [PurWD/voa-islam.com]
0 komentar:
Posting Komentar