Senin, 04 November 2013

Doa Akhir Tahun 1434 Hijriyah dan Doa Awal Tahun 1435 Hijriyah


13835381401803053260
DOA AKHIR TAHUN 1434 HIJRIYAH dan DOA AWAL TAHUN 1435 HIJRIYAH

Assalamualaikum wr.wb
Sahabatku rahimakumullah,
Alhamdulillah, Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Hari Senin ini kita semua telah berada di ujung tahun 1434 H dan ba’da ashar nanti kita memasuki awal tahun baru 1435 Hijriah, yang disebut dengan tahun baru Islam.
Untuk menyambut tahun baru tersebut, ada baiknya kita berdoa dan bermuhasabah, memohon agar Allah Swt mengampuni doa dan kesalahan kita tahun-tahun sebelumnya dan semoga Allah Swt membimbing kita di Tahun yang baru.
Terlampir do’a yang bagus yg untuk menyambutnya dikirim via inbox oleh sahabat saya seorang Habib. Kalau berkenan silakan diamalkan, kalau tidak berkenan , mohon abaikan saja.
Doa Akhir dan Awal Tahun ini tidak ada dalam hadist manapun, Jadi mohon tidak perlu diperdebatkan. Karena doa itu boleh saja meski tidak dicontohkan oleh Nabi. Adapun doa awal tahun dan akhir tahun di bawah ini di ambil dari kitab Maslak al Akhyar susunan Habib Utsman bin Aqil bin Yahya .
DOA AKHIR TAHUN
(Doa Akhir Tahun ini dibaca antara setelah shalat Ashar sampai sebelum Maghrib di hari terakhir di bulan Dzulhijjah).
Sebaiknya doa ini dibaca bersama-sama di rumah, di masjid, di mushalla, atau di mana saja tempat-tempat yang baik. Seandainya tidak memungkinkan dibaca bersama-sama, tidak ada halangan untuk membacanya seorang diri. Barangsiapa membaca doa akhir tahun ini maka syaitan akan berkata “Hampalah kami disepanjang tahun ini
Doa akhir tahun - (dibaca ba’da ashar di akhir tahun, 3 kali)
13835381941718272674
““Bismillaahir rahmaanir rahiim.
Alhamdulilahirabbil alamiin. Washalallaahu ‘alaa sayyidinaa Muhammadin wa ‘alaa aalihii wa shahbihii wa salam.
Allahumma maa ‘amiltu fii haadzihis sanatilmimmaa nahaitanii ‘anhu falam atub minhu walam tardlahu walam tansahuu wahalimta ‘alayya ba’da qudratika ‘alaa ‘uquubatii wada’autanii ilattaubati minhu ba’da juratii ‘alaa ma’shiyatika fainnii astaghfiruka faghfirli. Wamaa ‘amiltu fiihaa mimmaa tardlaa-hu wawa’adtanii ‘alaihits tsawaaba fa as alukallaahumma yaa kariimu yaa dzal jalaa-li wal ikraami an tataqabbalaahu ‘alaa sayyidinaa Muhammadin nabiyyil ummiyyi wa ‘alaa ‘aalihi wa shahbihii wa sallam” (3x)
Artinya:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Segala Puji bagi Allah, Tuhan seluruh Alam. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami nabi Muhammad SAW, beserta para keluarga dan sahabatnya. Ya Allah, segala yang telah ku kerjakan selama tahun ini dari apa yang menjadi larangan-Mu, sedang kami belum bertaubat, padahal Engkau tidak melupakannya dan Engkau bersabar (dengan kasih sayang-Mu), yang sesungguhnya Engkau berkuasa memberikan siksa untuk saya, dan Engkau telah mengajak saya untuk bertaubat sesudah melakukan maksiat. Karena itu ya Allah, saya mohon ampunan-Mu dan berilah ampunan kepada saya dengan kemurahan-Mu. Segala apa yang telah saya kerjakan, selama tahun ini, berupa amal perbuatan yang Engkau ridhai dan Engkau janjikan akan membalasnya dengan pahala, saya mohon kepada-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pemurah, wahai Dzat Yang Mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan, semoga berkenan menerima amal kami dan semoga Engkau tidak memutuskan harapan kami kepada-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pemurah. Dan semoga Allah memberikan rahmat dan kesejahteraan atas penghulu kami Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Amin yaa rabbal ‘alamin.
———————————————————-
DOA AWAL TAHUN (dibaca ba’da maghrib di awal tahun, 3 kali)

Bacalah doa ini tiga kali saat kita memasuki tanggal 1 Muharam. Bisa dilakukan selepas maghrib atau pun sesudahnya. Dengan doa ini kita sebagai Mu’min memohon kepada Allah Swt. agar dalam memasuki tahun baru ini kita dapat meningkatkan amal kebajikan dan ketaqwaan.

Do’a Awal Tahun

1383538229433414699
Bismillaahir-rahmaanir-rahiim
Alhamdulillahirabbil alamiin. Wa shallallaahu ‘alaa (sayyidinaa) Muhammadin asrofil mursaaliin wa ‘alaa ‘aalihi wa shahbihii ajmain.
Allaahumma antal-abadiyyul-qadiimul-awwalu, wa ‘alaa fadhlikal-’azhimi wujuudikal-mu’awwali, wa haadza ‘aamun jadidun qad aqbala ilaina nas’alukal ‘ishmata fiihi minasy-syaithaani wa auliyaa’ihi wa junuudihi wal’auna ‘alaa haadzihin-nafsil-ammaarati bis-suu’i wal-isytighaala bimaa yuqarribuni  ilaika zulfa yaa dzal-jalaali wal-ikram yaa arhamar-raahimin, wa sallallaahu ‘alaa (sayyidina) Muhammadin wa ‘ alaa ‘ aalihi wa shahbihii wa sallam. Walhamdulillahirrablil alamiin
Artinya:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya. Ya Allah Engkaulah Yang Abadi, Dahulu, lagi Awal. Dan hanya kepada anugerah-Mu yang Agung dan Kedermawanan-Mu tempat bergantung. Dan ini tahun baru benar-benar telah datang. Kami memohon kepada-Mu perlindungan dalam tahun ini dari (godaan) setan, kekasih-kekasihnya dan bala tentaranya. Dan kami memohon pertolongan untuk mengalahkan hawa nafsu amarah yang mengajak pada kejahatan, agar kami sibuk melakukan amal yang dapat mendekatkan diri kami kepada-Mu wahai Dzat yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW, beserta para keluarganya dan sahabatnya. Dan Segala puji milik Allah, Tuhan seluruh alam. Amin yaa rabbal ‘alamin

Semoga Allah SWT mengijabah doa-doa kita. Amin.
SELAMAT TAHUN BARU 1435 H

Bâraka Allâh flkum,Amiin

Sabtu, 12 Oktober 2013

Niat dan 3 Keutamaan Puasa Arafah


Niat Puasa Arafah

نويت صوم عرفة سنة لله تعالى

NAWAITU SAUMA ARAFAH SUNNATAN LILLAHI TA'ALAH
“ Saya niat puasa Arafah , sunnah karena Allah ta’ala.”




3 Keutamaan Puasa Arafah | Tanggal 9 Dzulhijjah merupakan hari Arafah. Pada hari itu, jamaah haji melakukan wukuf di Arafah yang merupakan rukun inti dari haji. Sedangkan bagi kaum Muslimin yang tidak sedang menjalankan ibadah haji, disunnahkan untuk melakukan puasa Arafah



Puasa Arafah merupakan puasa sunnah yang sangat dianjurkan, sunnah muakad. Puasa Arafah memiliki keutamaan yang luar biasa. Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:


سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa hari Arafah, beliau menjawab, “Puasa itu menghapus dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun berikutnya.” (HR. Muslim)

Demikianlah keutamaan puasa Arafah: ia dapat menghapuskan dosa selama dua tahun. Yakni dosa satu tahun sebelumnya dan satu tahun sesudahnya.

Diantara keutamaan hari Arafah adalah pembebasan dari api neraka. Sebagian ulama menjelaskan bahwa pembebasan dari neraka pada hari Arafah diberikan Allah bukan hanya kepada jamaah haji yang sedang wukuf, melainkan juga untuk kaum muslimin yang tidak sedang menjalankan haji. Terlimpahkannya ampunan Allah terhadap dosa selama dua tahun melalui puasa Arafah sangat terkait dengan keutamaan kedua ini.

مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ
“Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah hari Arofah. Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?” (HR. Muslim)

Keutamaan lain puasa Arafah adalah ke-mustajab-an doa. Secara umum doa orang yang berpuasa akan dikabulkan oleh Allah. Ditambah lagi dengan keutamaan waktu hari Arafah yang merupakan sebaik-baik doa pada waktu itu, maka semakin kuatlah keutamaan terkabulnya doa orang yang berpuasa Arafah pada hari itu.

خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
“Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari Arafah. Dan sebaik-baik yang kuucapkan, begitu pula diucapkan oleh para Nabi sebelumku adalah ucapan “Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qadiir (Tidak ada Ilah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. MilikNyalah segala kerajaan dan segala pujian, Allah Maha Menguasai segala sesuatu).” (HR. Tirmidzi, hasan)


Demikian Niat dan 3 Keutamaan Puasa Arafah, semoga semakin menguatkan motivasi kita untuk menjalankan Puasa Arafah pada 9 Dzulhijjah 1433 H yang jatuh pada esok hari. []

Puasa Arafah (9 Dzulhijjah)

Puasa Arafah yaitu puasa pada tanggal 9 bulan Dzulhijjah, sedangkan puasa tarwiyah adalah puasa pada tanggal 8 bulan Dzulhijjah. Puasa sunnah itu berdasarkan dalil berikut :
Dari Abi Qatadah Radhiyallahu ‘Anhu berkata bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,”Puasa hari Arafah menghapuskan dosa dua tahun, yaitu tahun sebelumnya dan tahun sesudahnya. Puasa Asyura’ menghapuskan dosa tahun sebelumnya. (HR. Jamaah, kecuali Bukhari dan Tirmizy)


Puasa hari Arafah (9 Dzulhijjjah) ini disepakati sunnah bagi yang tidak menunaikan haji. Sedangkan bagi yang wukuf di Arafah hukumnya diperselisihkan dikarenakan dalil yang melarang puasa bagi jamaah haji yang wukuf dipermasalahkan.



1. Haram Puasa Bagi Yang Wukuf
Imam At Tirmidzi Rahimahullah mengatakan:

وقد استحب أهل العلم صيام يوم عرفة إلا بعرفة

Para ulama telah menganjurkan berpuasa pada hari ‘Arafah, kecuali bagi yang sedang di ‘Arafah. (Sunan At Tirmidzi, komentar hadits No. 749)
Apa dasarnya bagi yang sedang wuquf di ‘Arafah dilarang berpuasa?
Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu berkata:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ بِعَرَفَاتٍ

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang berpuasa pada hari ‘Arafah bagi yang sedang di ‘Arafah.” (HR. Abu Daud No. 2440, Ibnu Majah No. 1732, Ahmad No. 8031, An Nasa’i No. 2830, juga dalam As Sunan Al Kubra No. 2731, Ibnu Khuzaimah No. 2101, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1587)

Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Hakim, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim tapi keduanya tidak meriwayatkannya.” (Al Mustadrak No. 1587) Imam Adz Dzahabi menyepakati penshahihannya. Dishahihkan pula oleh Imam Ibnu Khuzaimah, ketika beliau memasukkannya dalam kitab Shahihnya. Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar: Aku berkata: Ibnu Khuzaimah telah menshahihkannya, dan Mahdi telah ditsiqahkan oleh Ibnu Hibban. (At Talkhish, 2/461-462)

2. Boleh Berpuasa Meski Wukuf
Mereka menyanggah tashhih (penshahihan) tersebut, karena perawi hadits ini yakni Syahr bin Hausyab dan Mahdi Al Muharibi bukan perawi Bukhari dan Muslim sebagaimana yang diklaim Imam Al Hakim.

Imam Al Munawi mengatakan: Berkata Al Hakim: “Sesuai syarat Bukhari,” mereka (para ulama) telah menyanggahnya karena terjadi ketidakjelasan pada Mahdi, dia bukan termasuk perawinya Bukhari, bahkan Ibnu Ma’in mengatakan: majhul. Al ‘Uqaili mengatakan: “Dia tidak bisa diikuti karena kelemahannya.” (Faidhul Qadir, 6/431)  Lalu,  Mahdi Al Muharibi – dia adalah Ibnu Harb Al Hijri, dinyatakan majhul (tidak diketahui) keadaannya oleh para muhadditsin.

Syaikh Al Albani berkata: Aku berkata: isnadnya dhaif, semua sanadnya berputar pada Mahdi Al Hijri, dan dia majhul. (Tamamul Minnah Hal. 410)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata: Isnadnya dhaif, karena ke-majhul-an Mahdi Al Muharibi, dia adalah Ibnu Harbi Al Hijri, dan Ibnu Hibban menyebutkannya dalam kitab Ats Tsiqaat (orang-orang terpercaya), dia (Ibnu Hibban) memang yang menggampangkannya (untuk ditsiqahkan, pen). (Ta’liq Musnad Ahmad No. 8041)

Telah masyhur bagi para ulama hadits, bahwa Imam Ibnu Hibban adalah imam hadits yang dinilai terlalu mudah men-tsiqah-kan perawi yang majhul.

Majhulnya Mahdi Al Muharibi juga di sebutkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar. (At Talkhish Al Habir,  2/461), Imam Al ‘Uqaili mengatakan dalam Adh Dhuafa: “Dia tidak bisa diikuti.” (Ibid)
Imam Yahya bin Ma’in dan Imam Abu Hatim mengatakan: Laa A’rifuhu – saya tidak mengenalnya. (Imam Ibnu Mulqin, Al Badrul Munir, 5/749)

Imam Ibnul Qayyim mengatakan: Dalam isnadnya ada yang perlu dipertimbangkan, karena Mahdi bin Harb Al ‘Abdi bukan orang yang dikenal. (Zaadul Ma’ad, 1/61), begitu pula dikatakan majhul oleh Imam Asy Syaukani. (Nailul Authar, 4/239)

Maka, pandangan yang lebih kuat adalah tidak ada yang shahih larangan berpuasa pada hari  ‘Arafah bagi yang sedang di ‘Arafah. Oleh karenanya Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: Tidak ada yang shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah melarang berpuasa pada hari ini ( 9 Dzhulhijjah). (Ta’liq Musnad Ahmad, No. 8031)
Tetapi, di sisi lain juga tidak ada yang shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berpuasa ketika wuquf di ‘Arafah.

Rasulullah Wukuf dan Tidak Berpuasa Arafah

Diriwayatkan secara shahih:

عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ أَنَّهُمْ شَكُّوا فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَرَفَةَ فَبَعَثَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحٍ مِنْ لَبَنٍ فَشَرِبَهُ

Dari Ummu Al Fadhl, bahwa mereka ragu tentang berpuasanya Nabi Shalllallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hari ‘Arafah, lalu dikirimkan kepadanya segelas susu, lalu dia meminumnya. (HR. Bukhari No. 5636)

Oleh karenanya Imam Al ‘Uqaili mengatakan: Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan sanad-sanad yang baik, bahwa Beliau belum pernah berpuasa pada hari ‘Arafah ketika berada di sana, dan tidak ada yang shahih darinya tentang larangan berpuasa pada hari itu. (Adh Dhuafa, No. 372)

Para sahabat yang utama pun juga tidak pernah berpuasa ketika mereka di ‘Arafah. Disebutkan oleh Nafi’ –pelayan Ibnu Umar, sebagai berikut: Dari Nafi’, dia berkata: Ibnu Umar ditanya tentang berpuasa hari ‘Arafah ketika di ‘Arafah, dia menjawab: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak berpuasa, begitu pula Abu Bakar, Umar, dan Utsman.” (HR. An Nasa’i, As Sunan Al Kubra No. 2825)

Maka, larangan berpuasa pada hari ‘Arafah bagi yang di ‘Arafah tidaklah pasti, di sisi lain, Nabi pun tidak pernah berpuasa  ketika sedang di ‘Arafah, begitu pula para sahabat setelahnya. Oleh karena itu, kemakruhan berpuasa tanggal 9 Dzulhijjah bagi yang sedang wuquf telah diperselisihkan para imam kaum muslimin. Sebagian memakruhkan dan pula ada yang membolehkan.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, beliau tidak pernah melakukannya, tetapi juga tidak melarang puasa ‘Arafah bagi yang wuquf di ‘Arafah.

 سئل بن عمر عن صوم يوم عرفة فقال حججت مع النبي صلى الله عليه و سلم فلم يصمه وحججت مع أبي بكر فلم يصمه وحججت مع عمر فلم يصمه وحججت مع عثمان فلم يصمه وأنا لا أصومه ولا أمر به ولا أنهى عنه

Ibnu Umar ditanya tentang berpuasa pada hari ‘Arafah, beliau menjawab: “Saya haji bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau  tidak berpuasa, saya haji bersama Abu Bakar, juga tidak berpuasa, saya haji bersama Umar, juga tidak berpuasa, saya haji bersama ‘Utsman dia juga tidak berpuasa, dan saya tidak berpuasa juga, saya tidak memerintahkan dan tidak melarangnya.” (Sunan Ad Darimi No. 1765. Syaikh Husein Salim Asad berkata: isnaduhu shahih.)

Kalangan Hanafiyah mengatakan, boleh saja berpuasa ‘Arafah bagi jamaah haji yang sedang wuquf jika itu tidak membuatnya lemah. (Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu,  3/25)
Syaikh Wahbah Az Zuhaili menyebutkan bahwa tidak dianjurkan mereka berpuasa, walaupun kuat fisiknya, tujuannya agar mereka kuat berdoa: Ada pun para haji, tidaklah disunahkan berpuasa pada hari ‘Arafah, tetapi disunahkan untuk berbuka walau pun dia orang yang kuat, agar dia kuat untuk banyak berdoa, dan untuk mengikuti sunah. (Ibid, 3/24) Jadi, menurutnya “tidak disunahkan”, dan tidak disunahkan bukan bermakna tidak boleh.

Pendapat Empat Mazhab: Makruh Puasa Arafah Bagi yang Wukuf

  1. Hanafiyah: makruh bagi jamaah haji berpuasa ‘Arafah jika membuat lemah, begitu juga puasa tarwiyah (8 Dzulhijjah).
  2. Malikiyah: makruh bagi jamaah haji berpuasa ‘Arafah, begitu pula puasa tarwiyah.
  3. Syafi’iyah: jika jamaah haji mukim di Mekkah, lalu pergi ke ‘Arafah siang hari maka  puasanya itu  menyelisihi hal yang lebih utama, jika pergi ke ‘Arafah malam hari maka boleh berpuasa. Jika jamaah haji adalah musafir, maka secara mutlak disunahkan untuk berbuka.
  4. Hanabilah: Disunahkan bagi para jamaah haji berpuasa pada hari ‘Arafah jika wuqufnya malam,  bukan wuquf pada siang hari, jika wuqufnya siang maka makruh berpuasa.

Puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah)

Puasa khusus tanggal 8 Dzulhijjah sebenarnya tidak ada, yang ada adalah dalil puasa 8 hari bulan Dzulhijjah. Dalilnya adalah sebagai berikut :
Dari Hafshah Radhiyallahu ‘Anha berkata,“Empat hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam: [1] Puasa hari Asyura, [2] Puasa 1-8 Dzulhijjah, [3] tiga hari tiap bulan, dan [4] dua rakaat sebelum fajar.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasai).
Menurut Syaikh Musthafa Al Adawi, ada dua hadits berkenaan dengan puasa 10 hari di awal Dzulhijjah secara khusus:
  1. Hadits Ummul Mukminîn ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anha yang dikeluarkan oleh Muslim yang redaksinya, “Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak pernah berpuasa sepuluh (hari awal Dzulhijjah).”
  2. Dikeluarkan oleh an-Nasâi dan lainnya dari jalur seorang rawi yang bernama Hunaidah bin Khâlid, terkadang ia meriwayatkannya dari Hafshah ia berkata, “Empat hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam: (diantaranya): puasa sepuluh (hari awal Dzulhijjah).” 
Menurutnya, pernyataan  Hunaidah pada riwayat ini diperselisihkan oleh ulama, sebab terkadang ia meriwayatkan dari ibunya, dari Ummu Salamah sebagai ganti dari Hafshah, dan terkadang pula dari Ummu Salamah secara langsung, kemudian ia mendatangkan bentuk lain dari bentuk-bentuk yang berbeda!”

Dari sisi keabsahan, maka yang unggul –Wallahu Subhânahu wa Ta’ala A’lam- bahwa hadits ‘Aisyah yang terdapat di dalam shahîh Muslim adalah lebih shahîh, sekalipun padanya terdapat bentuk perselisihan dari Al A’masy dan Manshûr.

Namun diantara ulama ada yang mencoba mengkompromikan dua hadits tersebut yang kesimpulannya, “Bahwa masing-masing dari istri Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam menceritakan apa yang ia saksikan dari beliau, bagi yang tidak menyaksikan menafikkan keberadaannya, dan yang menyaksikan menetapkan keberadaannya, sedang Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam sendiri menggilir setiap istrinya dalam sembilan malam (hanya) satu malam. Maka atas dasar ini dapat dikatakan, “Jika seseorang terkadang berpuasa dan terkadang tidak berpuasa, atau ia berpuasa beberapa tahun lalu tidak berpuasa beberapa tahun (berikutnya) ada benarnya, maka manapun dari dua pendapat tersebut diamalkan maka ia telah memiliki salaf (pendahulu).”

Kamis, 11 Juli 2013

Cara Upgrade Processor

Halo kawan, kali ini saya mau share cara upgrade processor nih . Bagi yg udah ahli di bidang IT pasti gampang , kalo bagi saya ya ....... karena saya masih newbie :D


Langsung aja ya , caranya adalah :
1. Tekan tombol Windows+R , kemudian ketik REGEDIT
2. Kemudian buka folder di setiap bagian seperti di bawah ini :
    regedit/HKEY_LOCAL_MACHINE/Hardware/description/System/CentralProcessor/0/ProcessorNameString





3. Double klik pada ProcessorNameString , ubah tulisan sesuai dengan anda , misalnya Core i5 atau Core i7

Cara ini tidak berpengaruh pada kinerja PC , hanya merubah tampilan PC . Kecepatan PC anda juga tidak berubah , hehehe
Setelah itu coba klik kanan pada my computer anda , dan klik properties.
Sekian  :) 

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | SharePoint Demo